JAKARTA, investortrust.id - Jisdor Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah ditutup menguat dalam perdagangan valas Senin (17/03/2025), seiring Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan pada Februari meski menyusut. Kurs rupiah menguat 13 poin (0,07%) ke level Rp 16.379 per dolar Amerika Serikat, dibanding hari perdagangan sebelumnya di Rp 16.392 per dolar AS.
Sedangkan berdasarkan data Yahoo Finance, mata uang Garuda bergerak melemah 51 poin (0,31%) ke level Rp 16.395 per dolar AS. Dalam perdagangan Jumat lalu, kurs rupiah berada di posisi Rp 16.344 per dolar AS.
Menurut Analis PT Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin, mata uang rupiah masih mencatat hasil negatif pada perdagangan Senin (17/03/2025), lantaran ketidakpastian pasar akibat efek penaikan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump. Perluasan cakupan pemberlakuan tarif impor Amerika kini sudah ke Eropa, di mana tarif 200% dikenakan untuk impor minuman beralkohol dari Benua Biru itu.
"Ini memberi kecemasan makin tinggi bagi pelaku pasar, karena dampak nantinya terjadi ancaman risiko perlambatan ekonomi global dan resesi pun tidak bisa dielakkan," katanya kepada Investortrust, Jakarta, Senin (17/03/2025).
Baca Juga
Peningkatan Ekspor Didorong Industri, Minyak Sawit Melonjak 58,35%
Eropa pun langsung melakukan rencana aksi balasan dengan mengenakan tarif impor terhadap produk whisky Amerika dan produk lainnya bulan depan. Ini juga dianggap sebagai respons balik terhadap tarif 25% Trump pada impor baja dan aluminium yang berlaku awal pekan ini.
Di sisi lain, geopolitik pun belum sepenuhnya tenang. Draf perdamaian Rusia - Ukraina perlu ada revisi di beberapa rancangan dan ini butuh waktu. Selain itu, di kawasan Timur Tengah di Jalur Gaza kembali bergejolak. Kondisi yang makin kompleks ini menjadi perhatian pasar dan memicu ketidaknyamanan situasi global.
"Dari adanya perang tarif, kondisi ekonomi yang bergerak melambat, serta geopolitik itu membuat pasar memburu aset safe haven dan reposisi investasi mereka. Akibatnya, banyak arus dana asing keluar dari Indonesia," ujarnya.
Di sisi lain, Nanang menilai, data cukup positif datang dari BPS yang merilis neraca perdagangan RI Februari 2025. Surplus Februari, lanjut dia, menunjukkan hasil di atas perkiraan.
Rapat Bank Sentral Utama
Pelaku pasar juga akan menyoroti serangkaian rapat bank sentral utama yang meeting pada pekan ini. Salah satunya The Fed.
The Fed hampir dipastikan tidak akan mengubah suku bunga acuan atau Fed Funds Rate -- yang sebesar 4,25-4,50% -- kali ini. Ketua The Fed Jerome Powell diperkirakan akan mempertimbangkan data-data terbaru baik tenaga kerja, inflasi, manufaktur, maupun pertumbuhan ekonomi AS.
"Di sisi lain, bila data makro yang belakangan ini mulai melambat (berlanjut), bisa saja ruang pemangkasan suku bunga akan terbuka dan persentasenya pun akan besar," ujarnya.
Surplus US$ 3,21 Miliar
BPS hari ini mencatat, neraca perdagangan Indonesia kembali surplus pada Februari 2025 sebesar US$ 3,21 miliar. Surplus ini lebih rendah dibandingkan Januari 2025.
“Pada Februari 2025, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus US$ 3,21 miliar atau turun US$ 0,83 miliar secara bulanan. Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut, sejak Mei 2020,” kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, di kantor pusat BPS, Jakarta, Senin (17/03/2025).
Amalia mengatakan surplus itu ditopang oleh surplus komoditas nonmigas sebesar US$ 4,84 miliar. Komoditas penyumbang utamanya, antara lain, lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
“Pada saat yang sama, neraca perdagangan migas tercatat defisit US$ 1,72 miliar. Ini berasal dari defisit hasil minyak maupun minyak mentah,” kata dia.
Tunggu Data Retail AS
Sementara itu, malam ini, ada rilis data retail sales Amerika, yang diperkirakan akan memberi pengaruh bagi indeks dolar. Indeks dolar AS tengah berada dalam jalur pelemahan terhadap rival utama. Proyeksi data tersebut mengalami kenaikan, dan bila sesuai perkiraan, bisa memberi keuntungan bagi dolar untuk menguat.
Bila sebaliknya, makin memperdalam data ekonomi AS.